=============================================
Judul : Perencanaan Kawasan Agropolitan
Penulis : Dr. Muhammad Anshar, S.Pt., M.Si
Desain Sampul & Tata Letak : Damar I Manakku
Tebal halaman: 208 halaman
Ukuran buku : 15 x 23,5 cm
ISBN ; ( Masih dalam proses)
Genre : Pendidikan
Penerbit: Pakalawaki Penerbitan dan Percetakan
Harga : -
Website: www.penerbitpakalawaki.com
====================== ====================================
Pengertian Kawasan Agropolitan
Konsep pengembangan agropolitan pertama kali
diperkenalkan oleh Friedmann dan Douglas pada tahun 1975 untuk
mengatasai masalah ketimpangan perekonomian antar wilayah di
negara-negara berkembang Asia. Konsep pengembangan agropolitan
digunakan sebagai siasat untuk pengembangan perdesaan. Konsep
agropolitan oleh John Friedman dan Mike Douglass tahun 1975
tersebut menyarankan suatu bentuk pendekatan sebagai aktivitas
pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan
jumlah penduduk antara 50 ribu sampai 150 ribu orang. Meskipun
terdapat banyak hal dalam pengembangan agropolitan, seperti
redistribusi tanah, namun konsep ini pada dasarnya memberikan
pelayanan perkotaan di kawasan perdesaan atau dengan istilah
lain yang digunakan oleh Friedman adalah “kota di ladang”.
Pengembangan agropolitan di Indonesia dimulai pada tahun
2002 melalui sebuah kesepakatan antara Menteri Pertanian dan
Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Kesepakatan tersebut
dipertegas dengan Keputusan Menteri Pertanian nomor
441/Kpts/KP.150/7/2002 tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Pengembangan Kawasan Agropolitan. Departemen Dalam Negeri,
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Bappenas ikut
mendukung pengembangan program ini. Rintisan pengembangan
kawasan agropolitan dilaksanakan di delapan kabupaten yaitu
Kabupaten Agam (Sumatera Barat), Kabupaten Rejang Lebong
(Bengkulu), Kabupaten Cianjur (Jawa Barat), Kabupaten Kulon
Progo (D.I Yogyakarta), Kabupaten Bangli (Bali), Kabupaten Barru
2
(Sulawesi Selatan), Kabupaten Kutai Timur (Kalimantan Timur) dan
Kabupaten Bualemo Gorontalo.
Secara konseptual agropolitan mengandung kata agro dan
politan.
Kata agro mengandung arti pertanian, sedangkan kata politan
berarti kota. Agropolitan adalah kota pertanian yang bergerak secara
massif dengan menggunakan konsep agribisnis dan kegiatan
pertanian di wilayah tersebut juga memberikan dampak kepada
daerah sekitarnya untuk ikut serta dalam kegiatan pembangunan
pertanian. Disebut kota pertanian, karena sasaran dalam
pengembangan agropolitan adalah pengembangan dan pembangunan
infrastruktur di pedesaan yang setara kota, penguatan kelembagaan,
perekonomian pedesaan tumbuh berkembang dengan bidang
pertanian menjadi bidang pekerjaan utama masyarakat dan didukung
pengolahan hasil dan pemasaran yang baik sehingga dapat
meningkatkan pendapatan petani.
Konsep agropolitan sangat penting halnya karena
merupakan landasan atau acuan dalam merencanakan dan
mengembangkan suatu kawasan agropolitan. Menurut Undangundang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu
atau lebih pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem
produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan
satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis.
Pengembangan kawasan agropolitan dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi pelayanan prasarana dan sarana penunjang
kegiatan pertanian, baik yang dibutuhkan sebelum proses produksi,
dalam proses produksi, maupun setelah proses produksi. Upaya
tersebut dilakukan melalui pengaturan lokasi permukiman penduduk,
lokasi kegiatan produksi, lokasi pusat pelayanan, dan peletakan
jaringan prasarana.
Komentar
Posting Komentar